Rabu, 02 November 2016

makalah tentang konversi nilai

MAKALAH
TELAAH  HASIL BELAJAR (THB)
KONVERSI NILAI


DISUSUN OLEH:
KELAS  : VII C FIKIH
NUR ASYURA        ( 151. 131. 163 )



JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
MATARAM
2016/2017

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohim
Assalamu’alaikum wr...wb...
Segala puji bagi Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah  Telaah Hasil Belajar ( THB)  ysng membahas tentang KONVERSI NILAI.
Kami menyadari bahwa penyusunan dalam tugas ini banyak kekurangan baik dari segi isi, penulisan, dan kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu segala keritikan dan saran yang bersifat membangun guna memperbaiki makalah ini.
Akhirnya, meskipun dalam penulisan makalah ini kami telah mencurahkan semua kemampuan, namun kami menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan data dan referensi maupun kemampuan kami.



Mataram, 31 Oktober 2016

Penyusun







DAFTAS ISI

COVER
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I PENDHULUAN ................................................................................................... 1
A.    Latar Belakang ....................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C.     Tujuan  .................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 3
A.    Pengertian Konversi Nilai ....................................................................................... 3
B.     Teknik Pengolahan Nilai..................................................................................... .... 3
C.     Teknik Pengolahan dan Pengubahan (konversi) skor hasil tes belajar menjadi nilai               5
D.    Konversi Nilai dalam bentuk Norma Relatif...................................................... .... 8
E.     Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Absolut....................................................     11
F.      Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Kombinasi...............................................     14
G.    Cara Mengkonversi Nilai Norma Kelompok skala 5 .........................................     14
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... .... 13
A.    Kesimpulan ....................................................................................................... .... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. .... 21



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Evaluasi pembelajaran siswa adalah salah satu kegiatan yang merupakan kewajiban bagi setiap guru. mengapa. Karena hendaknya ia harus dapat memberikan informasi kepada lembaga atau kepada siswa itu sendiri. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya memahami teknik pemberian skor, bahkan langkah-langkah sebelum membuat tes pertanyaan.
Banyak beberapa pendapat ahli yang mengatakan bahwa penilaian berbeda dengan penskoran. Dalam makalah ini, dijelaskan dengan jelas perbedaan yang sangat mendasar dalam melakukan evaluasi terhadap hasil tes peserta didik.
Karena sering kali terjadi kekeliruan pendapat tentang fungsi penilaian pencapaian belajar siswa. Banyak lembaga pendidikan atau pengajar –secara tidak sadar atau sadar yang menganggap fungsi penilaian itu semata-mata sebagai mekanisme untuk menyeleksi siswa atau mahasiswa dalam kenaikan kelas, kenaikan tingkat, dan sebagai alat seleksi kelulusan pada akhir tingkat program.
Terdapat macam-macam teknik dan alat penilaian dalam pembelajaran khususnya di pendidikan Indonesia, teknik dan alat penilaian hendaknya disesuaikan dengan tujuan dan sasaran penilaian, situasi dan kondisi lingkungan siswa, serta kompetensi dasar yang harus dikuasai seperti yang tercantum dalam kurikulum.
Selain itu, dalam kegiatan penilaian hendaknya disiapkan soal atau alat penilaian yang tepat. Di dalam menilai seorang guru boleh menggunakan konversi nilai 5, konversi nilai 9, konversi nilai 11, dan konversi nilai 100. Hasil dalam penilaian di harapkan seorang siswa bisa mencapai nilai sesuai criteria ketuntasan yang di berikan oleh seorang guru. Oleh karena itu, agar siswa dapat mendapat nilai yang baikmseorang guru harus mengajarnya dengan baik pula dan harus bisa mempertanggungjawabkannya.

B. Rum
usan Masalah
Berdasarkan keterangan diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.        Apa definisi dari Konversi Nilai?
2.        Bagaimana teknik pengolahan nilai?
3.        Bagaimana Teknik pengolahan dan pengubahan (konversi) skor hasil tes belajar menjadi nilai?
4.        Bagaimana Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Relatif
5.        Bagaimana Konversi Nilai dalam Bentuk Norma absolut
6.        Bagaimana konversi nilai dalam bentuk kombinasi
7.          Bagaimana cara mengkonversi nilai norma kelompok dengan menggunakan  skala 5
C.      Tujuan
1.     Untuk men getahui  pengertian  konversi nilai
2.     Untuk mengetahui teknik pengolahan nilai
3.    untuk mengetahui Teknik pengolahan dan pengubahan (konversi) skor hasil tes belajar menjadi nilai
4. untuk mengetahui konversi nilai dalam bentuk norma relatif
5. untuk mengetahui konversi nilai dalam bentuk absolut
6. untuk mengetahui konversi nilai dalam bentuk kombinasi
7. untuk mengetahui cara mengkomversi nilai norma kelompok dengan menggunakan skala 5
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Konversi Nilai
Konversi adalah  adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah menjadi huruf. Jika tidak ada kegiatan konversi ini, maka nilai tidak bisa dinterpretasikan. Konversi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan Mean dan SD atau dikenal juga dengan batas lulus Mean (Mean = SD). Cara yang kedua adalah dengan Mean Ideal dan SD Ideal atau Remmers.
Untuk cara pertama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai Mean dan SD, kemudian menentukan besarnya SUD (Skala Unit Deviasi), dan langkah terakhir adalah menentukan batas atas dan batas bawah
B.     Teknik Pengolahan Nilai
Dari pelaksanaan penilaian (melalui pengukuran atau tidak) dapat dikumpulkan sejumlah data atau informasi yang dibutuhkan dalam evaluasi hasil belajar. Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif, sedangkan teknik non tes akan menjaring data kualitatif maupun kuantitatif sekaligus. Data yang terkumpul baik melalui teknik tes maupun teknik non tes merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Kegiatan mengolah data yang berhasil dikumpulkan melalui kegiatan penilaian inilah yang disebut kegiatan pengolahan hasil penilaian.
Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut :
·    Menskor, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan 3 (tiga) macam alat bantu, yakni kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat penilai.
·     Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yakni kegiatan evaluator menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai.
·       Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf atau angka. Hasil pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian dapat diadministrasikan dengan baik.[1]  Dalam bukunya Zainal Arifin ditambah satu prosedur lagi yaitu melakukan analisis soal (jika diperlukan) untuk mengetahui derajat validitas dan reabilitas soal, tingkat kesukaran soal (difficulty index), dan daya pembeda.
Jika data sudah diolah dengan aturan-aturan tertentu, langkah selanjutnya adalah menafsirkan data sehingga dapat memberikan makna. Langkah penafsiran data sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari pengolahan data itu sendiri, karena setelah mengolah data dengan sendirinya akan menafsirkan hasil pengolahan itu. Interpretasi terhadap suatu hasil evaluasi didasarkan atas kriteria tertentu yang disebut norma. Norma bisa ditetapkan terlebih dahulu secara rasional dan sistematis sebelum kegiatan evaluasi dilaksanakan, tetapi dapat pula dibuat berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam melaksanakan evaluasi. Sebaliknya, jika penafsiran data itu tidak berdasarkan kriteria atau norma tertentu, maka itu termasuk kesalahan besar. Dalam kegiatan penilaian hasil belajar, guru dapat menggunakan kriteria yang bersumber pada tujuan setiap mata pelajaran (standar kompetensi, kompetensi dasar). Kompetensi itu tentu masih bersifat umum, karena itu harus dijabarkan menjadi indikator yang dapat diukur dan diamati.[2]
Untuk menafsirkan data, dapat digunakan dua jenis penafsiran data, yaitu penafsiran kelompok dan penafsiran individual. Penafsiran kelompok adalah penafsiran yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik kelompok berdasarkan data hasil evaluasi, seperti prestasi kelompok, rata-rata kelompok, sikap kelompok terhadap guru dan materi pelajaran yang diberikan, dan distribusi nilai kelompok.
Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan untuk melakukan penafsiran kelompok, untuk mengetahui sifat-sifat tertentu pada suatu kelompok, dan untuk mengadakan perbandingan antar kelompok. Penafsiran individual adalah penafsiran yang hanya tertuju pada individu saja. Misalnya, dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan atau dalam situasi klinis lainnya. Tujuan utamnya adalah untuk melihat tingkat kesiapan peserta didik (readiness), pertumbuhan fisik, kemajuan belajar, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.[3]
Sebelum melakukan tes, guru harus menyusun pedoman pemberian skor, bahkan sebaiknya guru sudah berpikir tentang strategi pemeberian skor sejak merumuskan kalimat pada setiap butir soal. Pedoman penskoran sangat penting disiapkan terutama bentuk soal esai. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisai subjektivitas penilai. Begitu juga ketika melakukan tes domain afektif dan psikomotor peserta didik, karena harus ditentukan ukuran-ukuran sikap dan pilihan tindakan dari peserta didik dalam menguasai kompetensi yang telah ditetapkan. Rumus penskoran yang digunakan bergantung pada bentuk soalnya, sedangkan bobot (weight) bergantung pada tingkat kesukaran soal (difficulty index), misalnya sukar, sedang, dan mudah.[4]
C.    Teknik pengolahan dan pengubahan (konversi) skor hasil tes belajar menjadi nilai
a.  Perbedaan antara skor dan nilai
Sebelum sampai pada pembicaraan tentang teknik pengolahan dan pengubahan (konversi) skor mentah hasil belajar menjadi nilai standar, perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang perbedaan antara skor dan nilai. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kadang-kadang orang menganggap bahwa skor itu mempunyai pengertian yang sama dengan nilai, padahal pengertian tersebut belum tentu benar.[5]
Skor adalah hasil pekerjaan menyekor( =memberi angka) yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setisp butir item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya. Contoh berikut kiranya akan memperjelas pernyataan di atas.
Misalkan tes hasil belajar dalam bidang studi bahasa inggris menyajikan lima butir soal tes uraian dimana untuk setiap butir soal yang dijawab dengan betul diberikan bobot 10. Siswa yang bernama Fatimah, untuk kelima butir soal tes uraian tersebut memberikan jawaban sebagai berikut:
-          Untuk butir soal nomor 1 dapat dijawab dengan sempurna , sehingga kepadanya diberikan skor 10
-          Untuk butir soal nomor 2 hanya dijawab betul separuh –nya, sehingga skor yang diberikan kepada siswa tersebut adalah 5
-          Untuk soal nomor 3, hanya sekitar seperempat bagian saja yang dapat dijawab dengan betul, sehingga diberikan skor 2,5
-          Untuk butir soal nomor 4 dijawab betul sekitar separoh –nya, sehingga diberikan skor 5
-          Untuk butir soal nomor 5 dijawab betul sekitar perempatnya , sehingga diberikan skor 7,5
Dengan demikian untuk kelima butir soal tes uraian tersebut, siswa bernama Fatimah tersebut mendapatkan skor sebesar = 10+ 5 + 2,5 + 5 + 7,5 = 30. Angka 30 disini belum dapat disebut nilai, sebab angka 30 itu masih merupakan skor mentah (raw score), yang untuk dapat disebut nilai masih memerlukan pengolahan atau pengubahan (=konversi).[6]
Contoh lainnya:
Misalkan tes hasil belajar dalam bidang studi ushul fiki menyajikan 40 butir soal tes obyektif dengan ketentuan bahwa untuk setiap butir soal yang dijawab dengan betul diberikan bobot 2. Dengan demikian secara ideal atau secara teoritik apabila seseorang testee dapat menjawab dengan betul untuk 40 butir soal tersebut, maka testee tersebut akan memperoleh skor sebesar  40x 2 = 80. Angka 80 ini disebut skor maksimum ideal (SMI) , yaitu skor tertinggi yang memungkinkan dapat dicapai oleh testee kalau saja semua butir soal dapat dijawab dengan betul. Artinya, dalam tes hasil belajar tersebut tidak mungkin ada testee yang skornya melebihi .
Kalau saja dalam tes hasil belajar itu siswa bernama gunawan dapat menjawab belul sebanyak 17 butir soal, sedangkan siswa bernama Hindun menjawab dengan betul sebanyak 27 butir soal, maka skor yang diberikan kepada Gunawan adalah 17 x 2 = 34, sedangkan skor yang diberikan kepada hindun adalah 27 x 2 = 54.
Jelaslah, bahwa angka 80 , 34 dan 54 itu  bukanlah nilai atau belum dapat disebut nilai , sebab angka 80 , 34 dan 54 itu  barulah menunjukkan banyaknya butir soal yang dapat dijawab dengan betul setelah diperhitungkan dengan bobot jawaban betulnya. Karena itu untuk dapat disebut nilai skor-skor mentah hasil tes itu masih memerlukan pengolahan dan pengubahan.[7]
Adapun yang dimaksud dengan nilai adalah angka (bisa juga huruf ), yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor lainnya, serta disesuaikan pengaturannya dengan standar tertentu. Itulah sebabnya mengapa nilai sering disebut skor standar (standard score ).
Nilai, pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan: seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh tertee terhadap materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan. Nilai, pada dasarnya juga melambangkan penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee atas jawaban betul yang diberikan oleh testee dalam tes hasil belajar. Artinya, makin banyak jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul, maka penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee akan semakin tinggi. Sebaliknya, jika jumlah butir item yang dapat dijawab dengan betul itu hanya sedikit, maka penghargaan yang diberikan kepada testee juga kecil atau rendah.
Dari uraian diatas jelaslah bahwa untuk sampai kepada nilai, maka skor-skor hasil tes yang pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah itu perlu diolah lebih dahulu sehingga dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang sifatnya baku atau standar (=standard score ). [8]
Bagaimana cara mengolah dan mengubah skor mentah menjadi skor standar
2. pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai standar
Ada dua hal penting yang perlu dipahami terlebih dahulu dalam pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi skor standar atau nilai[9]
1)      Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dengan mengacu atau berdasarkan pada kriterium (patokan). Cara pertama ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced yang dalam dunia pendidikan di Indonesia sering dikenal dengan istilah penilaian ber-Acuan patokan ( PAP).
2)      Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai dilakukan dengan mengacu pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering dikenal dengan istilah norm referenced evaluation, yang dalam dunia pendidikan  sering dikenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Norma (PAN), atau penilaian ber-Acuan Kelompok (PAK).
.     Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat menggunakan berbagai macam skala, seperti skala lima (stanfive), yaitu nilaistandar berskala lima atau yang sering dikenal dengan istilah nilai huruf A,B, C,D, dan F,skala sembilan (stanine), yaitu nilai standar berskala sembilan diman rentangan nilainya mulai dari 1 sampai dengan 9 ( tidak ada nilai nol dan tidak ada nilai 10), skala sebelas (stanel=standard eleven=eleven points scale, yaitu rentangan nilai mulai dari 0 sampai dengan 10), z score ( nilai standar z) dan T score ( nilai standar T).[10]
Dalam dunia pendidikan di Indonesia ,nilai standar yang dipergunakan pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan tingkat menengah adalah nilai standar berskala sebelas (stanel), sedangkan pada lembaga pendidikan tinggi pada umumnya digunakan nilai standar berskala lima (stanfive) atau nilai huruf.
D.            Konversi Nilai dalam Bentuk Norma Relatif
Pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai standar dengan mendasarkan pada norma atau kelompok sering di kenal dengan  istilah  PAN( Penilaian  beracuan norma )atau PAK (Penilaian Beracuan Kelompok)
 Penilaian beracuan kelompok ini berdasarkan pada asumsi sebagai berikut :
“ Bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen ( berbeda jenis kelamin, latar belakang, lingkungan social , I.Q.nya, dan sebagainya) , akan selalu didapati kelompok baik,kelompok sedang dan kelompok kurang yang distribusinya membentuk kurva normal”
Asumsi ini mengandung makna bahwa pada setiap kegiatan pengukuran dan penilaian hasil belajar peserta didik , sebagian besar dari peserta didik tersebut nilai-nilai hasil belajarnya terkonsentrasi atau memusat di sekitar nilai pertengahan ( nilai rata-rata) dan, hanya sebagian kecil saja yang nilainya sangat tinggi atau sangat rendah
Penilaian beracuan norma ini sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara relative , dikatakan demikian ,sebab dalam penentuan nilai hasil tes , skor mentah hasil tes yang dicapai oleh seorang peserta tes diperbandingkan dengan skor mentah hasil tes dicapai oleh peserta tes yang lain ,sehingga kualitas yang dimiliki oleh peserta tes akan sangat tergantung kepada atau sangat di tentukan oleh kualitas kelompoknya,kedudukan testee sebenarnya dalam penentuan norma bersifat relative.
Istilah lain untuk penentuan nilai beracuan kelompok adalah:
v  Penentuan nilai secara actual
Dikatakan demikian sebab penentuan nilai itu di dasarkan kepada distribusi skor yang secara actual ( kenyataan) di capai oleh testee dalam suatu hasil belajar,yang di jadikan patokan dalam penentuan nilai adalah prestasi kelompok atau prestasiyang dicapai kelompok secara totalitas dan bukan prestasi individual
v  Penentuan secara empiric
Dikatakan penentuan nilai secara empiric karena dilakukan dengan memperhatikan, atau mempertimbangkan hasi tes secara empiric yaitu skor –skor hasil tes sebagaimana yang dapat di lihat ,diamati,atau di saksikan dalam praktek di lapangan,setelah tes berakhir , dan tidak mendasarkan diri pada patokan-patokan yang bersifat teoritik
Penentuan nilai dengan menggunakan standar relative ini sangat cocok untuk di terapkan pada tes-tes sumatif( UAN,UAS,atau setara dengan itu),sebab dipandang lebih adil, manusiawi,dan wajar.
Konversi nilai dalam bentuk norma relatif merupakan bagian dari Penilaian Acuan Norma (PAN). Penilaian Acuan Norma (PAN) adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok; nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang lain yang termasuk di dalam kelompok itu (Ngalim Purwanto: 2010).
Norma dalam hal ini mengacu pada kapasitas atau prestasi kelompok, dan kelompok disini adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut.
Penilaian acuan norma ini sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara relative. Dikatakan demikian, sebab dalam penentuan nilai hasil tes, skor mentah hasil tes yang dicapai oleh seorang peserta tes dibandingkan dengan skor mentah hasil tes yang dicapai peserta tes yang lain, sehingga kualitas yang dimiliki oleh seorang peserta akan sangat tergantung kepada atau sangat ditentukan oleh kualitas kelompoknya.
Keuntungan sistem ini adalah dapat diketahui pretasi kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat diketahui keberhasilan pengajaran bagi semua siswa. Kelemahannya kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata kelompok/kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang memperoleh nilai 45 sudah dikatakan baik atau lulus, sebab berada diatas rata-rata kelas sedangkan skor 45 dari skor maksimum skor 100 termasuk rendah. Kelemahan yang lain ialah kurang praktis sebab hasil dihitung dahulu nilai rata-rata kelas, apabila jika jumlah siswa cukup banyak. Sitem ini kurang mengambarkan tercapainya tujuan intruksional sehingga tidak dapat dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan pengajaran.
Apabila dalam penentuan nilai standar digunakan standar relative, maka prestasi kelompok itu dihitung dengan mengunakan metode statistik, dimana prestasi kelompok / nilai rata-rata kelas identik dengan rata-rata hitung (arithmetik mean), yang dapat diperoleh dengan mengunakan salah satu dari rumus yang disebutkan dibawah ini.
  1. Mx =
  2. Mx =
  3. Mx = M' +
Dalam penilaian acuan norma juga dipertimbangkan variasi atau variabilitas dan nilai-nilai hasil tes yang dicapai oleh testee secara keseluruhan. Variasi itu perlu diperhitungkan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat homogenitas dan sekaligus tingkat heterogenitas dari nilai-nilai hasil tes tersebut.
Dalam ilmu statistik, tingkat homogenitas atau heterogenitas data itu dapat ditunjukkan oleh salah satu ukuran variabilitas data yang dipandang memiliki kadar ketelitian yang tinggi, yaitu deviasi standar (standard deviation). Yang dapat diperoleh dengan mengunakan salah satu dari rumus-rumus yang dikemukakan berikut ini:
  1. SDx =
  2. SDx =
  3. SDx = i
4.   SDx = i  
Setelah diketahui besarnya mean dan SD, langkah berikutnya adalah membuat pedoman konversi nilai. Untuk menyusun pedoman ini ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
·         Menetapkan skala yang akan digunakan, dan
·         Menghitung dan menetapkan table konversi nilai untuk menentukan besar kecilnya nilai yang diperoleh peserta didik.
Skala yang sering digunakanuntuk membuat table konversi lima macam, yaitu:
1.      Skala lima
2.      Skala sembilan
3.      Skala sebelas
4.      Skala seratus
5.      score
Pengunaan skala tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan aturan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan yang bersangkuta, serta banyak sedikitnya siswa yang akan ditentukan atas besar kecilnya SD. Semakin besar SD maka semakin lebar pula jarak skala tersebut dalam nilai mentahnya.                                                                                           
E.           Konversi Nilai dalam Bentuk Absolut (PAP)
             Penentuan nilai hasil tes belajar dengan menggunakan Penilaian Acuan Patokan (PAP), mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada testee itu harus didasarkan pada standar mutlak (standard absolut) artinya, pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahnya skor yang dapat capai oleh masing-masing testee yang bersangkutan. Itulah sebabnya mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering disebut sebagai: penentuan nilai secara mutlak (absolute), atau penentuan nilai secara individual.
Pertama-tama harus dipahami bahwa penilaian beracuan kriterium ini berdasar pada asumsi,  bahwa :
·   Hal-hal yang harus dipelajari oleh testee (murid,siswa,mahasiswa) adalah mempunyai struktur hirarkis tertentu dan bahwa masing-masing taraf harus dikuasai secara baik sebelum testee tadi maju atau sampai pada taraf selanjutnya.
·   Evaluator atau tester (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat mengidentifikasi masing-masing taraf itu sampai tuntas atau setidak-tidaknya mendekati tuntas sehingga dapat disusun alat pengukurnya.
·   Apabila dalam penentuan nilai tes hasil belajar itu digunakan acuan kriterium (menggunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada testee itu harus didasarkan pada standar mutlak, artinya, pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai oleh testee kalu saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
            Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau patoakn ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-masing individu testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahnya skor yang dapat dicapai oleh masing-masing testee yang bersangkutan. Itulah sebabnya mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering disebut sebagai penentuan nila secara individual.
Disamping itu, karena penentuan nilai seorang testee dilakukan dengan jalan membandingkan skor mentah hasil belajar dengan skor maksimum idealnya, maka penentuan nilai yang beracuan pada kriterium ini juga sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara teoritik, atau penentuan nilai secara das sollen. Dengan istilah teoritik dimaksudkan disini adalah bahwa secara teoritik seorang siswa berhasil mendapatkan nilai 100 misalnya apabila keseluruhan butir soal tes dapat dijawab dengan betul oleh siswa tersebut. Dengan demikian, dalam penentuan nilai yang beracuan pada kriterium, sebelum tes hasil belajar dilaksanakan, patokan itu sudah dapat disusun (tanpa menunggu selesainya pelaksanaan tes).
          Maka rumus yang dipakai adalah:



Nilai= ( skor mentah / skor maksimum ideal ) x 100 %



                                                                                                                   
Sehingga dengan menggunakan standar mutlak ini maka nasib seorang siswa mutlak ditentukan oleh dirinya sendiri secara individual, tanpa melibatkan atau mempertimbangkan sam sekali skor-skor yang dicapai oleh siswa lainnya. Tinggi rendahnya nilai yang dicapai oleh masing-masing individu siswa mutlak ditentukan oleh standar yang sudah ditentukan.
Nilai yang berwujud angka yang penentuannya didasarkan pada standar mutlak ini sebenarnya adalah merupakan angka persentase mengenai tingkat kedalaman atau penguasaan testee terhadapa materi tes yang dihadapkan kepada mereka. Dalam pernyataan ini terkandung makna bahwa nilai yang penentuannya didasarkan pada standar mutlak itu menunjukkan berapa persen dari 100 % tujuan instruksioanal khusus yang telah ditentukan telah dapat dicapai atau dipahami oleh testee.
Penialian beracuan patokan (PAP) ini sangat baik diterapkan pada tes-tes formatif, dimana tester (guru,dosen, dan lain-lain) ingin mengetahui sudah sampai sejauh manakah peserta didiknya sudah terbentuk setelah mereka mengikuti program pengajaran dalam jangka waktu tertentu . dengan menggunakan criterion referenced evaluation dimana guru atau dosen dapat mengetahui berapa orang siswa atau mahasiswa yang tingkat penguasaannya tinggi, cukup, rendah, maka guru atau dosen tersebut dapat melakukan upaya-upaya yang dipandang perlu agar tujuan pengajaran dapat tercapai dengan optimal.
Namun criterion referenced evaluation ini seyogyanya jangan digunakan dalam pengolahan dan penentuan nilai hasil tes sumatif seperti pada ulangan umum dalam rangka mengisi nilai raport atau pada ujian akhir dalam rangka mengisi nilai ijazah atau STTB, sebab criterion referenced evaluation ini dalam penerapannya sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok (rata-rata kelas) sehingga dikatakan “kurang manusiawi” maka dengan menerapkan acuan kriterium ini dalam tes sumatif bisa terjadi bahwa sebagian besar siswa atau mahasiswa tidak dapat dinyatakan lulus atau tidak dapat dinyatakan naik kelas
Kelemahan lain dari penentuan nilai beracuan kriterium ini adalah, bahwa apabaila butir-butir soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar terlalu sukar, maka dalam tes tersebut, testee betapapun pandainya akan memperoleh nilai-nilai yang rendah. Sebaliknya apabila butir-butir soal yang dikeluarkandalam tes hasil belajar itu terlalu mudah , maka testee betapapun bodohnya akan berhasil meraih nilai-nilai yang tinggi, sehingga gambaran yang sebenarnya teentang tingkat kemampuan atau penguasaan testee terhadap materi tes tidak dapat diperoleh sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Dalam hubungan ini maka penilaian beracuan kriterium ini sebaiknya diterapkan pada tes hasil belajar dimana tes tersebut sudah bersifat standar( setidak-tidaknya mendekati standar), dalam arti bahwa tes tersebut sudah mengalami uji coba secara berulang kali dan telah memberikan bukti yang nyata bahwa tes tersebut sudah memiliki sifat handal baik yang dilihat dari segi derajat kesulitanitemnya, daya pembeda itemnya, fungsi distraktornya, validitasnya maupun reliabilitasnya.

F.        Konversi Nilai dalam Bentuk Kombinasi
Dalam menentukan nilai dengan menggunakan konversi nilai kombinasi berarti  kita menggabungkan antara PAP (penilaian acuan patokan) dan PAN (penilaian acuan norma).
Dalam mengkonversi nilai dengan menggunakan metode kombinasi antara PAP dan PAN, hal pertama yang kita lakukan adalah membandingkan terlebih dahuluantara jumlah siswa yang mencapai nilai A, B, C, D, dan E pada penentuan nilai yang menggunakan standar mutlak(PAP : Penilaian Acuan Patokan) dengan penentuan nilai yang menggunakan standar relatif (PAN : Penilaian Acuan Norma).
            Dengan mengkombinasikan PAP dan PAN, maka kita akan bisa melihat lebih jelas kelemahan dan kelebihan dari dua pendekatan tersebut. Sehingga, hasil penilaian akan lebih sempurna.
G.  Cara Mengkonversi Nilai Norma Kelompok skala 5
Contoh:Seorang guru  Bahasa Indonesia membina 80 orang peserta didik, ia berencana mengolah dengan PAN skor akhir Bahasa Indonesia menjadi nilai standar. Skornya seperti pada tabel berikut:

79 49 48 74 81 98 87 8080 84 90 70 91 93 82 78
70 71 92 38 56 81 74 7368 72 65 51 65 93 83 86
90 35 83 73 74 43 86 8892 93 76 71 90 72 67 75
80 91 61 72 97 91 88 8170 74 99 95 80 59 71 77
63 60 83 82 60 67 89 6376 63 88 70 66 88 79 75

Dalam mengkonversi nilai acuan norma kelompok,  ada beberapa langkah yang harus dilakukan terlebih dahulu. Sebagai berikut :
Menghitung   dan s
a.      Menentukan rentang
Rentang (r) = data terbesar – data terkecil
                  = 99 – 35 = 64
b.     Menentukan banyak kelas interval
Banyak kelas (k) = 1+ 3,3 . log n
                            = 1 + 3,3 . log 80
                            = 1 + 3,3 . 1, 9031
                            = 7,2802
Catatan : nilai “k” dibulatkan sehingga banyak kelas interval = 7
c.      Menentukan panjang kelas
Panjang kelas =
                       = 64
=9,14
Catatan : Khusus untuk panjang kelas pembulatan dapat tidak mengikuti rekuensi kelompok kaidah matematik, jadi kalau pembulatan ke atas (=10) atau ke bawah (=9). Alasan : supaya semua skor dapat masuk ke dalam setiap kelas interval.
d.     Membuat tabel distribusi frekuensi kelompok
Mula-mula menentukan ujung bawah kelas interval pertama. Ujung bawah kelas interval pertama=35 (diambil skor terkecil). Dengan banyak kelas interval 7 serta panjang kelas 9 dan 10 dapat disusun dua buah rencana kelas interval sebagai berikut :


Panjang kelas=9
Kelas interval
Frekuensi
35-43
44-52
53-61
62-70
71-79
80-88
89-97

Panjang kelas=10
Kelas interval
Frekuensi
35-44
45-54
55-64
65-74
75-84
85-94
95-104



Dengan panjang kelas=9 memiliki kelas interval terakhir 89-97, dengan demikian data berat badan lebih dari 97 tidak dapat masuk ke dalam kelas interval terakhir.
Dengan panjang kelas=10 memiliki kelas interval terakhir 95-104 dengan demikian semua data berat badan lebih dari 97 dapat masuk ke dalam kelas interval terakhir. Jadi sebaiknya menggunakan panjang kelas=10. Selanjutnya disusun tabel distribusi frekuensi kelompok seperti pada tabel di bawah ini :

Kelas Interval
Fi
35-44
45-54
55-64
65-74
75-84
85-94
95-104
3
3
8
22
20
20
4
Jumlah
80

e. menentukan  dan s
Kelas interval
fi
Xi
Fixi

fixi'
fixi' 2
35-44
45-54
55-64
65-74
75-84
85-94
95-104
3
3
8
22
20
20
4
39.5
49.5
59.5
69.5
79.5
89.5
99.5


118.5
148.5
476
1529
1590
1790
398
+3
+2
+1
0
-1
-2
-3
+9
+6
+8
0
-20
-40
-12
27
12
8
0
20
80
36
Jumlah
80
-
6050
0
-49
183

Berdasarkan tabel di atas ditentukan nilai  dan s
            Maka  =
             =
= 75,6 (dibulatkan 76)

Maka, s = i     
                 =10
                 = 10
                 = 13,82 (dibulatkan 14)

1.   Membuat dan mengkonversi nilai dengan  PAN skala 5
Menentukan batas nilai :
+ 1,5 s                                76 + 1,5 . 14 = 97                A
+ 0,5 s 76 + 0,5 . 14 = 83                    B
 + -0,5 s                                   76 -0,5 . 14  = 69                   C
 - 1,5 s           76 – 1,5 . 14 = 55                    D

Membuat pedoman konversi skala -5 :
    
Interval skor
Nilai
97 keatas
A
83-96
B
69-82
C
55-68
D
54 kebawah
E





Mengkonversi skor menjadi nilai skala-5:

Peserta kolom 1 nomor urut ...
Prestasi
Skor
Nilai
1
79
C
2
80
C
3
70
C
4
68
D
5
90
B
6
92
B
7
80
C
8
70
C
9
63
D
10
76
C














BAB III
KESIMPULAN
Konversi adalah pengubahan atau pengolahan skor mentah hasil tes belajar menjadi nilai standar. Skor adalah hasil pekerjaan memberikan angka yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya.
Nilai pada dasarnya adalah angka atau huruf yang melambangkan seberapa jauh atau seberapa besar kemampuan yang telah ditunjukkan oleh testee terhadap materi atau bahan yang diteskan, sesuai dengan tujuan instruksional khusus yang telah ditentukan.
Ada 3 cara dalam mengkonversi nilai tersebut, yaitu :
1) Konversi nilai absolut
2) Konversi nilai norma relatif
3) Konversi nilai kombinasi
Teknik konversi skor mentah hasil belajar -berupa skor rata-rata dari berbagai tes dan komponen lain seperti kehadiran dan tugas- dengan mendasarkan diri pada Standar Relatif yang dikenal juga dengan istilah Penilaian Beracuan Norma (PAN) atau Penilaian Beracuan Kelompok (PAK) lebih tepat digunakan pendidik di perguruan tinggi dalam menentukan nilai akhir prestasi belajar mahasiswanya. Dengan menggunakan standar ini pendidik akan terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam penilaian prestasi belajar mahasiswa seperti rentangan nilai terlalu kecil, penilaian terlalu murah atau mahal serta penilaian yang tidak reliable.








                                        
DAFTAR PUSTAKA

 Dimyati dan  Mudjiono, 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta,
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran,2009.  Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Anas Sudijono, 2007.  Pengantar Evaluasi Pendidikan,   Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Muhammad Nurman, 2015. Evaluasi Pendidikan .  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) mataram




[1] Dimyati dan  Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran,(Jakarta: PT Rineka Cipta,1999), h. 218
[2] Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 221

[3] Ibid h. 222
[4] Ibid h.223
[5]  Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 309
[6]  Ibid 310
[7] Ibid 311
[8] Ibid 312
[9] Muhammad Nurman, Evaluasi Pendidikan , ( Institut Agama Islam Negeri (IAIN) mataram : 2015), h.117
[10]  Ibid h. 118




Tidak ada komentar:

Posting Komentar